Rabu, 22 Mei 2019

pekerja sedot wc demo meminta walikota membuka kolam pembuangan imbah



Demo ini berlainan dari yang lain. Massa yang demo ialah entrepreneur serta pekerja sedot WC. Mereka mendatangi Balaikota Cirebon di Jl Siliwangi, Senin (20/5). Minimal 8 truk tangki diparkir di muka balaikota. Pasti ini mengundang perhatian pemakai jalan yang melalui.

Perwakilan entrepreneur sedot WC, H Dadang menjelaskan tindakan mereka dilatarbelakangi larangan dari Pemkot Cirebon untuk buang sampah sedot WC ke kolam pembuangan. Baik yang berada di CUDP Kesenden, Ade Irma, atau Perumnas Rinjani.

Dia menanyakan larangan ini. Sebab, kata Dadang, peruntukan kolam-kolam itu telah jelas. Diantaranya untuk pembuangan sampah WC. Serta, faksinya tidak asal buang tinja atau kotoran manusia itu. Ada mekanisme yang ketat hingga tidak memunculkan polusi yang mengganggu kenyamanan masyarakat. “Kita ada prosesnya. Mulai penyedotan, pengangkutan, sampai pembuangan, diminimalkan kebocoran,” katanya pada Radar Cirebon.

Diceritakannya, tempat pembuangan sampah tinja awalnya di CUDP Kesenden, lalu beralih ke ruang Ade Irma serta paling akhir di Rinjani. “Terakhir kami buang sampah ke Rinjani. Kami lakukan apa yang diharuskan pada kami. Tapi entahlah mengapa waktu itu (tiga tahun waktu lalu) faksi PDAM mengendalikan jika kami tidak bisa buang sampah disana,” katanya di tempat demo.

Sesudah itu, lanjut Dadang, faksinya temukan tempat pembuangan lain di tempat yang dikit jauh, yaitu di daerah Cangkring, Plered, Kabupaten Cirebon. Tetapi seiring waktu berjalan, di tempat itu juga dilarang dengan fakta sampah yang dibuang datang dari Kota Cirebon.

“Sekarang kami bingung, buang ke mana? Kami minta kebijaksanaan atau referensi walikota tidak untuk melarang kami buang sampah di tempat yang sempat ada. Pasti dengan ketentuan serta retribusinya kami siap,” tegas Dadang.

Sekda Kota Cirebon Asep Deddi yang didapati koran ini mengaku beberapa entrepreneur sedot WC lakukan demo sebab kesusahan buang tinja. “Bisa nyedot tetapi tidak dapat buang. Ini penting direspon, ditambah lagi ini penting buat warga,” tuturnya.

Sekda mengharap UPT UPT Pengendalian Air Sampah dapat mengendalikan pembuangan sedot tinja ini ke kolam sampah yang langsung bisa diproses serta ada pemrosesan. “Jangan sampai mengganggu warga. Ini sebetulnya sisi dari service warga. Ditambah lagi menolong dari bagian kesehatan serta lingkungan. Jika diproses di CUDP itu lebih aman serta standard. Jika tidak dihisap justru bahaya. Jika dibuang di CUDP, karena itu langsung bisa diproses. Surat referensi (pembuangan sedot tinja) akan diedarkan kelak dari PU,” tandas sekda.

Terpisah, Dirut Perumda Tirta Giri Nata (PDAM) Sofyan Satari menjelaskan pada prinsipnya faksinya tidak berkewenangan mengurus kolam pembuangan atau oksidasi. Pria yang akrab Opang ini mengutarakan, penyerahan ini sesuai Perda Nomer 4 Tahun 2017 berkaitan Pergantian Perda Nomor 4 Tahun 2012 mengenai PDAM Kota Cirebon.

Dibeberkannya, pada ketetapan pengalihan masalah 65 Perda Nomer 4 Tahun 2017, diterangkan peralihan pengendalian air sampah dari PDAM pada DPUPR. Paling lama dua tahun mulai perda berlaku. Dalam periode waktu itu dikerjakan penyelesaian pelimpahan fasilitas serta prasarana dan dokumen oleh faksinya.

“Dalam ini kami telah menyerahkan ke UPT Pengendalian Air Sampah DPUPR. Memang semenjak dikeluarkannya perda itu ada proses pendampingan sepanjang dua tahun. Serta selesai Agustus tahun ini,” katanya.

Di konfirmasi terpisah, Kepala UPT Pengendalian Air Sampah Kota Cirebon Zainal, menerangkan, info yang didapatkan larangan itu sebab terdapatnya aduan dari masyarakat seputar kolam, berkaitan polusi berbau yang ditimbulkannya. Ini dikerjakan semenjak masih juga dalam wewenang PDAM.

Zainal mengatakan, sesaat ini dianya belum memiliki wewenang penuh mengurus kolam oksidasi itu. Sebab masih proses peralihan atau pendampingan dari PDAM. Tetapi jika dari pimpinan memerintah pembukaan kembali kolam itu, maka ia membuka kembali. “Kami belum punyai wewenang. Tetapi susunan UPT telah ada sesuai dengan Perwali Nomer 68 Tahun 2016. Jadi ini bergantung kebijaksanaan atasan. Jika harus dibuka, ya kami akan membuka,” tegasnya.

Dihubungi terpisah, Sisi Asset Wilayah BKD Kota Cirebon Sigit Raharjo, manambahkan, asset kolam oksidasi yang dahulu diurus PDAM dengan resmi sesuai dengan perda telah diberikan pada DPUPR. Dalam perda itu dijelaskan waktu peralihan atau pendampingan sepanjang dua tahun, sampai Agustus 2019.

“Setelah dicheck BPKP, asset telah diberikan pada PUPR. Memang benar ada beberapa pemisah asset, tidak semua diberikan pada PUPR, tetapi tidak kurangi wewenang pengendalian kolam itu. Jadi sebetulnya tidak ada persoalan wewenang . Telah jelas itu,” pungkasnya. (gus/abd)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar